Gubuk sawah yang membuatku berubah
Ellsya dan Pak Vito
Pak Vito adalah seorang petani di daerah tempat aku tinggal. Kesehariannya ia ke sawah dan mencari rumput untuk hewan ternak tetangganya. Dia adalah seorang pria berusia sekitar 60 tahunan, berbadan kurus, pendek, hitam dan mempunyai dua anak, dua2nya sudah sejak lama merantau, pulang 1 tahun sekali setiap lebaran, dikarenakan ia tidak mau di ajak pindah di kota dengan anaknya, katanya ia ingin mengurusi rumah dan sawahnya.
Ia saat ini tinggal sebatang kara, karena istrinya sudah lama meninggal.
Benar kata orang bahwa dia ini seorang yang pekerja keras, buktinya anaknya sudah mandiri dan ia sudah mendapat kiriman tetapi ia tidak mau berhenti bekerja.
Dan aku sendiri bernama Ellysha, saat ini usiaku 19 tahun, dan perawakanku tinggi, putih, banyak orang mengatakan kalau kakiku jenjang, bodiku cukup menggoda para pria, dengan ukuran dada 34a bulat dan kecang, semua itu kudapat karena aku rutin berolahraga setiap bangun tidur.
Aku terlahir dikeluarga yg sangat taat dengan agama, dari aku Smp – Sma aku di sekolahkan yg fokusnya pendidikan agama, sampai ahirnya aku lulus, aku ingin masuk perguruan tinggi yg umum, tetapi orang tuaku memaksaku harus masuk di perguruan tinggi yg berlatar belakang agama, ya mau gak mau aku harus mengikuti kemauan ortuku.
Keseharianku saat ini disibukan dengan kuliah dan jualan online
Sehari2 aku memakai hijab dan pakaian tertutup, meskipun terkadang aku ingin menampakan hasil olahragaku selama ini tetapi tidak bisa kulakukan karena tuntukan dari keluarga dan agamaku
Seperti biasa aku sesekali setiap sore lari2 keliling desa, sambil liat2 sawah untuk menyegarkan pikiran karena seharian sudah dibuat penat dengan tugas dan jualan online
Ketika aku lari2, seperti biasa pasti aku bertemu dengan orang2 yg ada sawah, termasuk kakek vito, akupun menyapa mereka
“Mari pak”
“Iya mbak mari, lari2 sendirian terus mbak”
“Hehe iya pak, gak ada temen yg di ajak”
“Owalah, iya mbak silahkan dilanjut”
“Yaudah, mari pak”
Dan hal itupun berulang2 kali
Sampai dimana ketika aku mau lari2 sore cuacaya mendung, tp aku pikir hanya mendung gak akan hujan, kalaupun hujan paling cuma grimis kecil itupun bentar
Seperti biasa aku lari mulai dr desaku sampai kesawah2, pas sampai sekitaran sawah tiba2 hujan lebat, photomemek.com akupun panik dan lari sekencang2nya, terlihat dari kejauhan ada gubuk yg biasanya untuk istirahat para petani, akupun memutuskan untuk berteduh hingga hujannya reda
Ketika aku melangkah masuk ke gubuk itu, ternyata didalam sudah ada orang, yg menduh juga
“Eh bapak, numpang ikut neduh ya pak”
“Iya mbak silahkan, habis lari2 ya mbak?”
“Iya ini pak, td saya kira gak bakal hujan, kan biasanya cuma grimis terus reda”
“Iya ni mbak tumben, tp ya syukurlah tanemannya subur nanti mbak”
“Oh iya pak, kok sendirian yg lain pada kemana pak?”
“Ya tadi juga disawah mbak, tp liat cuaca mendung pd pulang, saya kira ya cuma grimis td mbak jd saya gak ikut pulang”
“Owalah”
Setelah obrolan basa basi, suasana jadi hening tanpa sepatah katapun yg keluar dari mulut kami
Yg terdengar hanya suara hujan dan petir yg menyambar2
*tengklung tengklung* suara hpku berbunyi
Ternyata ada pesan dari ortuku
“Km dimana sha? Kok hujan2 belum balik” ortuku sepertinya khawatir aku belum pulang
“Aku disawah ma neduh di gubuk ini, mau nerobos hujannya lebat banget, mana petirnya keras banget”
“Biar papa jemput ya?” Tanya mama
“Gak usah ma, kasihan papa ntar ujan2 mana licin jalannya ma”
“Beneran gpp, km berani disawah sendirian?: tanya mama
“Iya ma, aku gak sendirian ko ma, ini ada pak vito lg neduh juga”
“Yaudah, nanti minta anterin kakek vito ya, bilangin mama titip km” kata mama
“Iya ma”
Hujannya bukannya semakin reda malah semakin lebat, mana hari sudah mulai gelap di tengah sawah lagi
Aku melihat pak vito di pojokan gubuk meringkuk kedinginan, akupun merasakan hal yg sama, pakaian basah kuyup di tambah angin yg berhembus kencang
Untuk memcahkan suasana yg sunyi akupun membuka obrolan dengan pak vito lg
“Pak, dingin ya?”
“Iiiyaa mbak” bibirnya terlihat bergetar
“Pak dapet salam dr ibu, nitip aku katanya pak sama nanti minta tolong suruh nganterin”
“Ii… iiya mbak, nanti saya anterin”
“Pak gak bawa baju ganti atau sarung?”
“Ada si mbak kalau sarung, biasanya buat sembahyang, mau di pake mbak?”
“Nggak pak, buat bapak pakai aja, soalnya kasihan bapak itu menggigil banget nanti malah sakit pak”
“Kalau saya pakai sendiri sungkan sama mbak, kan saya di titipin ortunya mbak buat jagain”
“Ya gak gitu juga pak, dipakai aja pak gpp kok”
“Beneran gpp mbak? Yaudah aku pakai ya mbak” sembari mengambil sarung yg di bungkus dengan plastik yg dibawanya
“Iya pak gpp, di pakai aja”
Sudah hampir 1 jam aku neduh tidak kunjung reda juga, angin semakin berhembus kencang dan di barengi dengan sambaran2 petir
“Mbak kedinginan jugakan?” Tiba2 pak vito membuka obrolan
Mungkin karena dia melihatku yg terlihat menggigil
“Nggak kok pak” kataku berbohong, sebenarnya ini benar2 dingin
“Sini mbak pakai sarungnya ini”
“Jangan pak, buat bapak aja” kataku menolak
“Gak usah sungkan mbak, dr pd nanti saya yg di omelin ortunya mbak” katanya
Tp aku pikir2 ada benernya juga, tp gak mungkin juga beliau dimarah ortuku, tetapi mungkin dia nanti sungkang sama ortuku
“Yaudah gini aja pak, sarungnya di pakai berdua” kataku
“Yaudah mbak, sini”
Aku beranjak mendekat ke pak vito
Karena ukuran sarung yg kecil jd posisiku dengan pak vito berhimpitan
Kami berduaku terdiam, sambil merasakan dinginnya hembusan angin
“Mbak pakainnya basah ya?” Tanya pak vito
“Iya pak maaf ya, jd bapak ikut basah pakaiannya” kataku meminta maaf karena sungkan
“Gpp mbak, apa nanti gak masuk angin pakai pakaian basah mbak?”
“Ya mau gimana lg pak keadaannya”
“Ini pakai baju bapak aja, cuma basah dikit2 mbak” katanya menawariku
“Terus nanti bapak pakai apa?”
“Kan udah ada sarung mbak jd gpp”
“Gak usah pak bapak pakai aja, kasihan bapak”
“Yaudah kalau gitu mbakknya masuk kesarungnya aja biar gak terlalu dingin”
“Nanti sarungnya malah ikut basah pak kalau saya masuk kesarungnya”
“Gpp mbak, yg penting gak masuk angin”
Karena pak vito memaksa akupun mengiyakan, jd sekarang sarungnya aku pakai sendiri
Aku melihat pak vito meringkuk kedinginan, aku bingung musti gimana mana sarung cuma satu
“Pak… pak…” panggilku
“Em… ehh iya mbak” dia terkaget, sepertianya dia barusan tertidur
“Pak sini ikut masuk sarung, biar gak dingin”
“Gak usah mbak”
“Jangan gitu dong pak, tdkan bapak memaksa aku buat pakai sarungnya sekarang gantian aku maksa bapak”
“Yaudah mbak iya”
Pak vito beranjak ikut masuk ke dalam sarung, dengan posisi yg sekarang posisi badan kami semakin saling menghimpit satu sama lain
“Pak maaf ya dingin gara2 pakainku basah”
“Iya mbak gpp kok”
Kamipun ngobrol2 menanyakan tentang keluarganya, menanyakan tentang kuliahku
Tiba2 pak vito melontarkan pertanyaan yg mengagetkanku
“Mbak maaf ya, ini pakaiannya dilepas aja, biar gak dingin, nanti mbak pakai pakainku”
“haaa… ih jangan pak ntar bapak kedinginan”
“Gak gitu mbak soalnyakan pakain mbak basah, kalau mbaknya tetep pakai nanti kita berdua malah pakaiannya basah semua mbak”
“Eh… maaf ya pak jd ikut basah, tp beneran gak usah pak pakai aja pakain bapak”
“Maaf mbak bukannya gimana2 ya, tp ini demi kebaikan kita dr pd kita nanti mati kedinginan” katanya meyakinkanku
Setelah aku pikir2 ada benarnya juga tp masa iya aku harus buka pakainku di hadapan orang lain
“Yaudah iya pak aku pakai bajunya bapak”
“Iya mbak bentar saya lepas bajunya” sembari melepas bajunya
“ini mbak bajunya” sambil menjulurkan bajunya
“Pak maaf bapak menghadap ke arah dinding dulu ya saya mau lepas baju”
“Iya mbak” sambil memutar badannya menghadap dinding
Aku mulai melepas bajuku, saat aku ingin segera memakai baju pak vito, ternyata braku ikut basah juga, tp masa iya mau aku lepas juga, tetapi kalau tidak aku lepas sama saja nanti bajunya basah lg jd dingin lg
Ahirnya aku memutuskan untuk melepas braku juga, dan aku segera memakai baju yg diberikan pak vito
“Sudah pak” panggilku memberitahu kalau aku sudah selesai memakai bajunya
“Iya mbak, nah sekarangkan mbaknya udah gak terlalu dingin”,,,,,,,,,,,,,,,